Menjadi Sahabat Bagi Mereka yang Berduka

Kenapa sih sahabat saya masih saya merasa sedih atas kepergian pasangannya yang meninggal dunia? Gimana ya caranya supaya pasangan saya dapat merasa lebih baik karena ia masih berduka atas kematian sahabatnya?

Jika Sobat Cengkir kadang bertanya hal-hal seperti di atas, maka kamu memiliki kerinduan menjadi sahabat bagi mereka yang berduka. Namun agar dapat berperan dengan baik, kita perlu melengkapi diri dengan banyak pengetahuan. Hal inilah yang menjadi landasan diadakannya kelas pembinaan “Aku (Masih) Berduka” – Menjadi Sahabat bagi Mereka yang Berduka, dengan pembawa materi Pdt. Totok Wiryasaputra selaku Grief Counsellor dan Ketua Badan Pengurus Nasional Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia.

Kedukaan terjadi secara alamiah dan merupakan tanggapan terhadap peristiwa kehilangan seseorang/sesuatu yang sangat berarti (Post Loss Stress Disorder). Kedukaan dapat dipahami sebagai mekanisme pertahanan diri psikososial untuk mencapai keseimbangan baru. Dampak dari kedukaan dapat menyerang secara holistik, yaitu fisik yang menangis, mental yang sedih, sosial yang mengurung diri dan spiritual yang menanyakan maksud Allah.

Kedukaan yang dikelola dapat menjadi sarana pertumbuhan. Normalnya, kedukaan berlangsung sekitar 3-4 bulan atau dalam budaya Jawa 100 hari, hal ini disebut sebagai “Critical Period”. Diharapkan setelah masa tersebut, semua gejala kedukaan sudah hilang dan mulai dapat menerima kenyataan akan kehilangan.

Pada kenyataannya, kita tidak tahu seberapa kuat ketahanan psikospiritual orang yang berduka dan seberapa terampil ia menangani kedukaan dalam dirinya. Kalau tidak ditangani dengan baik akan berisiko menimbulkan masalah baru, bencana kedukaan, banyaknya perasaan yang tidak terselesaikan dan membingungkan, kehidupan menjadi abnormal, membawa penyakit dan menjadi patogenik. Jika berkepanjangan dapat menimbulkan gejala-gejala menjadi kronis (berkepanjangan) atau disebut sebagai “Clinical Period”.

Lantas bagaimana cara mendampingi mereka yang berduka?

  1. Bersikap empati, jangan berjarak melainkan masuk dalam perasaan orang yang berduka, ikut menghayati perasaan lalu kita terima perasaan mereka. Jangan terburu-buru untuk ingin mengubah dan memberdayakan mereka yang berduka. Berikan empati dengan waktu yang Anda miliki.
  2. Terampil mendengarkan, hadirlah untuk memahami berbagai ungkapan verbal maupun non-verbal. Jangan terburu-buru untuk menanggapi. Dengan mendengarkan secara tekun, hal tersebut merupakan tanggapan yang tepat.

Menjadi sahabat bagi yang berduka merupakan gambaran kita menghayati firman dan tindakan yang Allah juga lakukan bagi manusia. Tuhan Allah adalah wujud dari “Kasih dan Peduli” di mana kepedulian-Nya diwujudkan dalam peristiwa Agung “Inkarnasi Allah” Penjelmaan Allah Menjadi Manusia – dalam diri Yesus (Yohanes 1:1-18 dan 3:16).

Gambaran kasih Allah dapat kita lihat pada penulis kitab Mazmur, di mana pada pasal 22 sang penulis mengalami pergumulan sangat berat dan mohon pendampingan Tuhan – atau dalam teks Ibrani menggunakan kata “El-Roi”. Teks ini pun juga digunakan pada pasal 23, di mana Tuhan digambarkan sebagai Sang Gembala Agung. Dalam teks, digunakan kata “El-Roi” yang berarti “Teman Seperjalananku”. 

Dalam narasi Paskah, sekali lagi kita dapat melihat perwujudan nyata melalui Yesus yang mendampingi 2 murid dalam perjalanan ke Emaus (Lukas 24: 13-35). Yesus menjadi rekan yang mendengarkan mereka di mana pikiran mereka merasa kacau karena berduka.

Dengan meniru kasih dan kepedulian Allah, kita dapat mengimplementasikan dengan DuRRa MenaRi, yaitu akronim dari Duduk bersama; bantu Runut ke belakang; bantu Rasakan dan alami kembali; bantu untuk Menangis secukupnya. bantu berceRita sampai tuntas.

Jika Sobat Cengkir benar-benar ingin menjadi sahabat bagi mereka yang berduka, maka hidupilah tips berikut ini:

  • Tugas sahabat penduka menjadi teman seperjalanan.
  • Bersedia memasuki ruang suci penduka yang paling dalam
  • Selesai acara pemakaman awal dari pendampingan selama masa kritis.
  • Don’t talk too much, don’t judge, and just listen.
  • Fungsi pendamping bukan menghibur dan menguatkan tetapi menopang.
  • Hindari ungkapan klise, meskipun sangat teologis.
  • Gunakan sarana keimanan bukan secara ritual akan tetapi eksistensial 

Selamat menjadi sahabat bagi mereka yang berduka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Selamat Datang di GKI Kelapa Cengkir, ada yang bisa kami bantu?