Pentingnya Doa Dalam Hidup Orang Beriman – Refleksi Persekutuan Jelang Pentakosta

Pentakosta yang telah kita rayakan pada Minggu, 23 Mei 2021, seharusnya menjadi sebuah perayaan yang mereformasi diri, di mana tidak kalah pentingnya dengan Natal dan juga Paskah.

Namun sudah benarkah kita memahami Pentakosta dan mengambil sikap dalam menyambut-Nya?

Pdt. Gatot Pujo Tamtama dalam Persekutuan Wilayah Jelang Pentakosta, menyampaikan berdasarkan catatan sejarah, Pentakosta awalnya berawal dari sebuah perayaan dari Agama dan Budaya Yahudi. Ada yang menamakannya sebagai Hari Raya Menuai, Hari Raya Tujuh Minggu, yang dihitung 50 hari sejak hari Paskah. Dalam perayaannya, bangsa Yahudi menaikkan pengucapan syukur atas hasil panen yang telah mereka terima. Bangsa Yahudi pun mempersiapkan hasil panen untuk dipersembahkan. Dalam kehidupan bergereja di GKI, kita dapat melihat bentuk perayaan seperti ini dengan nuansa unduh-unduh, liturgi di mana petugas membawakan hasil panen dan menaruhnya pada sudut ruangan ibadah.

Apakah Pentakosta hanya perlu menyiapkan hasil panen? 

Tentu tidak, karena kehidupan dan penebusan lewat Kristus serta kehidupan para murid menyatakan hal yang lebih fundamental. Dalam Kis 1:14a di mana Yesus telah naik ke Surga, sekitar 120 murid melakukan hal yang sama, yaitu:

“Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama.”

Berdoa menjadi hal yang penting baik di Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, di mana diperkirakan oleh banyak Teolog bahwa kedua tulisan tersebut ditulis oleh orang yang sama. Dalam Injil Lukas, kita dapat membaca:

  1. Lukas 3:21-22a, peristiwa Yesus dibaptis di Sungai Yordan, Yesus juga sedang berdoa, lalu terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya;
  2. Lukas 5:16, dalam pelayanan Yesus kepada banyak orang, Yesus menyempatkan waktu untuk mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa;
  3. Lukas 6:12, ketika Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, Yesus pergi ke bukit untuk berdoa semalam-malaman kepada Allah;
  4. Lukas 9:18, Yesus mengawali banyak hal dalam pemuridannya dengan berdoa, di mana sebelum Petrus mengakui kemesiasan Yesus, Ia berdoa seorang diri;
  5. Lukas 9:29, peristiwa Transfigurasi Yesus terjadi ketika ia sedang berdoa;
  6. Lukas 11:1-13, Yesus mengajarkan kepada para murid hal berdoa;
  7. Lukas 22:24, ketika Yesus berada di Taman Getsemani, di mana Ia merasa takut dan tahu akan segera ditangkap, Ia berdoa untuk diberikan kekuatan;
  8. Lukas 23:24, dalam peristiwa penyaliban Yesus, Ia pun juga tetap berdoa kepada Bapa untuk mengampuni mereka;
  9. Lukas 23:46, begitupun ketika Yesus menyampaikan “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” sebagai bentuk ia menyerahkan hidup-Nya ke dalam Bapa.

Sikap berdoa, di mana Yesus berkomunikasi dengan Allah Bapa, juga menjadi contoh tindakan bagi murid-murid-Nya. Kita dapat melihat kehidupan pengikut Kristus mula-mula dalam Kisah Para Rasul sebagai berikut:

  1. Kis. 1:14, sekitar 120 orang yang bertekun dalam doa menanti Roh Kudus turun atas mereka;
  2. Kis. 1:24, para murid yang berdoa dalam memilih pengganti Yudas Iskariot; 
  3. Kis. 2:42, pola hidup jemaat di Yerusalem yang tekun berdoa; 
  4. Kis. 6:6, doa yang menjadi bagian dari ritus peneguhan tujuh diaken; 
  5. Kis. 8:15, Petrus dan Yohanes yang berdoa supaya orang-orang Samaria beroleh Roh Kudus.

Jika tokoh-tokoh dalam Perjanjian baru, seperti Saulus (Kis. 9:11), Petrus (Kis. 9:40, 10:9), Kornelius (Kis. 10:2), jemaat Antiokhia (Kis. 13:3) hidup tekun dengan berdoa, maka bagaimana kita kini hidup? Tentu doa merupakan bagian yang penting, di mana Roh Kudus yang telah turun dan hidup dalam diri kita, menjadi penuntun bagi kita untuk terus berkomunikasi dan hidup dalam kehendak Allah.

Sudahkah kita berdoa hari ini? Dan sudahkah kita mendapatkan arahan dari-Nya untuk menjalani kehidupan kita?

You May Also Like

About the Author: gkikelapacengkir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *