Pandangan Orang Percaya Terhadap Tradisi Tionghoa
Setelah melewati tahun baru masehi di tanggal 1 Januari kemarin, umat Kristiani yang beretnis Tionghoa akan menyambut tahun baru Imlek pada tanggal 22 Januari nanti. Imlek atau disebut juga sebagai Sincia merupakan perayaan tahun baru bagi masyarakat Tionghoa. Menurut National Geographic Indonesia kata Imlek berasal dari (Im=bulan, Lek=penanggalan) merupakan dialek Hokkian atau Bahasa Mandarinnya Yin Li berarti kalender bulan (Lunar New Year).
Berbagai persiapan pastinya dilakukan untuk memeriahkan perayaan ini. Tradisi dari leluhur masih menjadi agenda wajib turun temurun dan dilakukan sampai sekarang yang dilakukan sebelum perayaan Imlek. Salah satunya adalah tradisi Sembahyang. Sembahyang yang dilakukan bertujuan sebagai bentuk ucapan syukur dan penghormatan kepada leluhur yang sudah mendahului.
Dalam melakukan Sembahyang, biasanya akan ada meja altar yang diposisikan lebih tinggi untuk Sembahyang kepada Tuhan-NYA dan meja abu bertuliskan papan nama dalam huruf Cina dan foto dari para leluhur beserta hidangan khusus yang menjadi kesukaan mereka semasa hidup seperti daging babi, ayam atau ikan.
Berdasarkan penjelasan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa tujuan dari Sembahyang adalah sebagai ucapan syukur dan penghormatan. Tetapi hal inilah yang menjadi dilematis bagi orang Tionghoa pemeluk agama Kristen. Tradisi yang menjadi kewajiban di budayanya menjadi sebuah pertentangan dengan Iman Kristen.
Kenyataannya etnis Tionghoa tidak bisa dipisahkan dari identitas mereka sebagai seorang Tionghoa. Yang harus digarisbawahi sebagai seorang Tionghoa yang telah memilih menjadi pengikut Yesus berarti memberikan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus Kristus. Dalam beriman kepada Tuhan, tidak diperbolehkan melakukan praktik penyembahan di luar Alkitab. Dalam kasus ini mengarah ke tindakan berdoa kepada leluhur serta memberikan persembahannya.
Dalam Alkitab sendiri, Tuhan Allah telah berfirman pada Perjanjan Lama di 10 Hukum Taurat “Tidak boleh ada Tuhan lain selain Tuhan Israel yang membebaskan mereka dari Mesir.” Yesus dalam Perjanjian Baru pun mengatakan “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu dan segenap akal budimu”. Kedua perkataan yang terucap dari Tuhan ini menjadi tamparan keras bagi tradisi dan iman dari Tionghoa Kristiani.
Jadi, masih boleh ikut Sembahyang?
Dari bacaan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tradisi Sembahyang kepada Tuhan-NYA dan penghormatan kepada leluhur adalah tindakan yang harus dihindari oleh orang Tionghoa Kristen. Melakukan penghormatan itu boleh saja, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Tapi cara melakukannya boleh dikemas dengan hal yang baru tanpa melakukan hal yang bersinggungan dengan Alkitab.
Penghormatan kepada orang tua merupakan salah satu dari 10 Hukum Taurat yang ke 5 berbunyi “Hormatilah Ayah dan Ibumu supaya lanjut umurmu di Tanah yang dijanjikan Tuhan padamu”. Hendaklah ketika semasa orang tua kita hidup inilah penghormatan harus dilakukan. Seorang anak harus berbakti dan merawat orang tua dengan penuh cinta kasih.
Imlek itu boleh kok
Imlek itu boleh kok dirayakan, tidak ada yang salah dengan perayaan itu, hanya saja tradisi yang mengikutinya tidak selaras dengan Firman Tuhan yang ada di Alkitab. Segala sesuatu diperbolehkan tetapi tidak semuanya berguna dan membangun (1 Korintus 10:23)
Pada dasarnya Iman Kristen tidak terlalu mempersoalkan mengenai tradisi bagi orang Tionghoa. Menjadi berkat dan dapat berbaur dengan berbagai kalangan tentu bisa menjadi perantara untuk menyampaikan maksud Tuhan dengan berbagai cara. Jadilah terang dalam segala tindakan dan perkataan untuk menunjukkan kasih-NYA.