MATA IMAN #615
Sabtu, 4 Desember 2021
Bacaan: 2 Samuel 9:1-13
Nas: Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang. (ayat 13)
CACAT FISIK VS CACAT SOSIAL
Konon, biar nampak ramah, seharusnya saya menggunakan kata difabel (different ability) atau disabel (dis-ability). Penggunaan frase “cacat” dianggap kasar, bahkan tak sedikit komedian dengan kondisi “cacat” mendapatkan somasi karena menggunakan kata “cacat” atau menjadikan kondisi fisik mereka yang “cacat” sebagai bahan mereka berkomedi.
Realita yang saya lihat agak berbeda. Saya memiliki beberapa rekan dengan kondisi “cacat”, baik dari lahir atau karena kecelakaan, dan cerita yang menyedihkan adalah keluarga dan lingkungan yang mengabaikan mereka. Tidak sedikit pula anak-anak di panti asuhan yang berkondisi “cacat” memiliki cerita sedih di mana mereka dibuang oleh orang tuanya. Bukankah ini sebuah kecacatan sosial?
Pada bacaan hari ini, kita belajar dari sosok Daud yang berpegang teguh pada janjinya kepada Yonatan, anak Saul. Walaupun Daud dibenci oleh Saul, yaitu raja sebelumnya dan juga mertuanya, Daud berusaha mengasihi keturunan Saul, yaitu Mefiboset bin Yonatan, seorang yang cacat kakinya. Hal ini dilandasi oleh karena kasih Allah yang lebih dulu ia terima (ayat 3).
Sebagai orang yang merasa “normal”, bagaimana kita memandang orang “cacat”? Apakah kita tersinggung hanya oleh frase “cacat”? Ataukah kita tersentuh untuk berbagi kasih Allah kepada mereka yang kadang diabaikan? (AS)
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. (Yohanes 9:2-3)
————
Informasi seputar GKI Kelapa Cengkir
dapat diakses melalui :
https://linktr.ee/gkikelapacengkir
Whatsapp by wa.me/+6281388901368