Mencipta Normalitas Baru dalam Keluarga

“Kok bisa sih negara Vietnam tidak memiliki angka kematian karena COVID-19?”

“Negara Jepang kok bisa bersih banget ya, beda sama Indonesia?”

“Sama-sama di Asia Tenggara, kok Singapura bisa jauh lebih modern ya?”

Pernahkah kita membandingkan kondisi negara kita dengan negara lain, seperti pertanyaan di atas? Atau bahkan membandingkan keluarga Sobat Cengkir dengan keluarga lainnya? Memang benar kata pepatah, rumput tetangga kadang nampak lebih hijau. Lantas apa yang seharusnya kita lakukan? Jangan hanya sekadar kagum, karena kita juga perlu menghijaukan rumput kita, baik keluarga kita, bahkan negara kita.

Sebenarnya, kita semua berada dalam satu kondisi yang kurang lebih tidak berbeda. Terlebih di masa pandemi ini, kita berada dalam situasi di mana informasi berputar dengan derasnya di pikiran kita, memengaruhi way of life, dan mengakibatkan perubahan yang cepat dalam hidup kita. Maka dari itu, seluruh umat manusia di dunia mengalami banyak perubahan (change): technology change, generation change, dan culture change

Dulu sebagian dari kita mengerjakan tugas dengan menulis di kertas, kini semua beralih dengan mengerjakan di gadget secara digital. Cara belajar dan kemampuan antar generasi juga berubah, di mana anak-anak sejak kecil hingga remaja sangat mudah memahami teknologi terkini dibandingkan orang tuanya. Budaya kita juga berubah, di mana bekerja, proses belajar-mengajar bahkan beribadah dilakukan dengan jarak jauh, secara virtual.

Dalam seminar online bulan keluarga GKI Kelapa Cengkir, Ang Wie Hay, M.Sc., M.Div, sebagai narasumber, menyatakan bahwa kita dapat merespons perubahan yang terjadi mulai dari hal yang sederhana. Jika kita melihat budaya luar negeri yang kita pandang baik dan bisa merespons perubahan dengan tepat, semuanya bermula dari pengajaran nilai baik yang diulang berkali-kali. Dari ajaran tersebut, orang yang dituakan mengajak agar anak atau muridnya melakukan nilai baik tersebut juga berulang-ulang. Mereka pun dilatih konsistensinya untuk melakukan kegiatan tersebut sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Ketika kebiasaan sehari-hari tersebut diinternalisasi, maka nilai baik tersebut menjadi karakter setiap individu. Dan karakter yang diajarkan juga kepada orang-orang lainnya menjadi sebuah budaya

Contoh nyata yang dapat kita pelajari dari orang Jepang, di mana sejak kecil, anak-anak diminta untuk membersihkan ruang kelas dan rumah, tanpa mengandalkan peran pembantu rumah tangga. Berbagai pengajaran akan nilai baik yang diulang-ulang inilah yang membuat Jepang menjadi negara yang bersih, memiliki budaya tertib antre, bertanggung jawab akan tugas mereka. Begitu pun juga dengan nilai baik yang ada di berbagai negara lainnya. Budaya yang buruk pun, juga dimulai dari ajaran buruk yang diulang-ulang.

Lantas sebagai pengikut Kristus, tentu kita ingin menciptakan budaya yang baik. Hal ini bermula juga dari apa yang kita ajarkan dalam keluarga, yaitu berpegang pada segala ketetapan dan perintah Tuhan, Allah kita yang hadir di setiap masa dan zaman. Pahamilah bahwa keluarga merupakan komunitas pertama dan utama dari pendidikan bagi setiap individu, sehingga kita membentuk keluarga berlandaskan pemuridan, home based discipleship. Ajaran terutama yang perlu diajarkan berulang kali adalah sebuah perintah penting, yaitu:

Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu (Ulangan 6:5).

Sebagai orang tua, atau orang yang telah bertumbuh dewasa dalam Kristus, kita punya kewajiban menjadikan rumah sebagai basis pembinaan anak maupun setiap anggota secara holistik. Orang tua perlu mengajarkan cinta kepada Tuhan bagi anak-anaknya, baik di dalam dan di luar rumah, di saat duduk, berbaring, bangun, dalam perjalanan, sepanjang hari. Kita perlu mengajarkannya dengan penuh perhatian, dengan setia, melakukan berulang-ulang seumur hidup, karena itulah perintah dan ketetapan Allah.

Berlandaskan ajaran utama dalam kehidupan Kristiani, kita dapat membentuk berbagai budaya yang baik, mulai dari keluarga kita. Mulai dari hal yang sederhana dan penting di masa pandemi ini, kita dapat membentuk budaya sehat di keluarga, baik berolahraga, menjaga kebersihan dan menjaga pola makan sehat. Kita juga dapat membentuk budaya penggunaan internet secara sehat, yaitu untuk belajar dan berkarya. Budaya manajemen emosi juga perlu dibentuk, dengan memberikan suasana rumah yang kondusif, saling terbuka dan mendukung satu sama lain. Dan yang paling penting ialah budaya spiritualitas kristiani dengan kumpul bersama membentuk persekutuan, mezbah doa, dan bersaat teduh.

Sekarang, Sobat Cengkir perlu berefleksi sejenak. budaya apa yang ingin dibentuk dalam keluarga kita, bahkan hingga bangsa kita? Dan bagaimana peran Anda untuk membentuk budaya tersebut? Selamat mencipta normalitas baru dalam keluarga kita dengan menyertakan Kristus di dalamnya.

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada jalan itu. Orang-tua harus mengabdikan diri mereka untuk memberi didikan disiplin rohani kepada anak-anak mereka (Amsal 22:6).

You May Also Like

About the Author: gkikelapacengkir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *