Ia yang Ditolak, ia yang Menderita Bagi Kita
Pernah patah hati karena ditolak? Gimana ya kalau yang ditolak itu Tuhan?
Buat Sobat Cengkir yang pernah ditolak, gimana sih rasanya? Ibarat lagu “Pupus” oleh Dewa 19, mungkin hati kita merasa remuk saat cinta bertepuk sebelah tangan alias tak berbalas. Bagaimana jika posisinya berbalik, kita yang menolak sosok yang sangat mencintai kita dengan sepenuh hati karena kita lebih memilih sosok yang sering berlaku jahat kepada kita?
Hal inilah yang terjadi dalam diri manusia. Dalam kisah penciptaan, kita dapat melihat bagaimana Tuhan mengasihi manusia, Ia memberikan nafas kehidupan kepada kita, hak untuk menikmati berbagai hal dalam Taman Eden dan juga berkuasa atas ciptaan lainnya. Sangat disayangkan, manusia justru memilih untuk menuruti ular, sang penipu, demi keinginan daging yaitu menjadi sama seperti Tuhan. Manusia mengkhianati kasih Tuhan dan memilih bujuk rayu sang Iblis. Namun Tuhan tetap menunjukkan kasih setia-Nya dengan menyertai Adam dan Hawa beserta keturunan-Nya.
Dalam kehidupan bangsa Israel pun, kita mengenal mereka sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Baik dalam perjalanan menuju Tanah Kanaan maupun kehidupan mereka sebagai suatu bangsa, dipenuhi dengan tindakan yang menolak kasih Tuhan. Mulai dari membuat patung lembu emas, menggerutu di kala penderitaan hadir, maupun turut menyembah ilah lain, hingga akhirnya bangsa Israel mendapatkan hal buruk dari perbuatan mereka dan kembali lagi kepada Tuhan.
Dalam kehidupan kita, mungkin secara tidak langsung kita juga pernah menolak Tuhan. Memilih untuk berpegang pada kekayaan dan jabatan yang kita miliki, mengeluh dan melupakan kebesaran Tuhan di kala kita merasakan duka, hidup dalam kebiasaan buruk dan dosa, menjadi bagian dari kita menolak cinta kasih Tuhan. Dan sangat mungkin, kita merasakan dampak buruk karena kita memilih berada di luar kasih Tuhan, kita merasa sendirian, sedih dan hampa.
Pada tahun 1946, setelah Jepang mengalami kekalahan besar pasca Perang Dunia II, seorang teolog bernama Kazoh Kitamori menulis sebuah buku The Theology of The Pain of God. Buku ini menjadi jawaban bagi orang Jepang yang merasakan penderitaan di mana Allah juga turut menderita dalam penderitaan Kristus. Berbeda dengan manusia yang mengalami penderitaan karena kesalahan yang mereka perbuat, penderitaan dan kematian Yesus adalah bentuk penyerahan diri-Nya oleh sebab kasih. Dalam salib, Allah merangkul manusia yang berdosa dan merasakan dampak dari kesalahan-Nya. Allah dalam penderitaan Yesus menjadi Allah yang berbela rasa dalam sebuah kesadaran mengasihi manusia.
Ketika kita ingin mengenal Allah secara sepenuhnya, kita bukan hanya mengenal Allah yang Mahamulia. Kita juga perlu mengenal Allah yang ikut menderita, yang dipermalukan dan yang mati lewat Yesus Kristus. Tentu Allah yang ikut menderita adalah bagian dari sikap Allah yang mengasihi manusia dengan setia walaupun manusia kerap mendukakan dan menolak diri-Nya. Lewat kematian Yesus Kristus dalam Jumat Agung lalu, babak baru dalam hidup manusia pun diperbaharui, yaitu pengampunan dosa manusia.
”Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka.”
Ibrani 10:16-17
Ketika kita menolak Tuhan, tentu Tuhan berduka, tetapi sejatinya kitalah yang merasakan dampak karena tinggal di luar kasih-Nya. Ketika kita menerima kembali kasih-Nya kita memiliki kehidupan, kita punya pengharapan dengan beriman pada Dia, yang Mahamulia dan Mahakasih lewat penderitaan-Nya.