Menolak Saleh yang Salah

Rajin ikut ibadah, rutin memberikan persembahan dan bahkan aktif dalam pelayanan? Luar biasa! Tapi jika kita bertanya pada lubuk hati yang paling dalam, apa yang menjadi landasan segala kesalehan kita?

Masa Pra-Paskah ditandai dengan memasuki Rabu Abu, di mana setiap umat diajak untuk merefleksikan ulang eksistensi kita sebagai manusia. Tentu kita memahami bahwa hingga saat ini manusia adalah makhluk yang memiliki tingkat intelektualitas tertinggi. Manusia dapat menciptakan sebuah sistem, menguasai banyak hal dan juga terus-menerus unggul melalui teknologi yang kita ciptakan  Namun siapakah manusia di hadapan TUHAN dan juga di dalam semesta yang luas ini?

ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Kejadian 2:7

Dengan segala kehebatan dari manusia, apakah kita sudah memahami kerapuhan yang kerap terjadi? Kita masih dapat terluka, merasakan sakit, mengalami patah hati, bahkan juga dapat meninggal. Dalam kisah penciptaan yang tertulis dalam Kitab Kejadian, TUHAN digambarkan sebagai tukang periuk yang membentuk kendi dari tanah liat. Dan begitulah juga manusia, dibuat dari debu dan tanah lalu mendapatkan hembusan nafas hidup ke dalam hidungnya. Penggambaran ini seharusnya mengingatkan kita bahwa manusia adalah makhluk yang fana dan rapuh, sehingga seharusnyalah manusia perlu menaruh ketergantungannya pada TUHAN Allah Sang Sumber Kehidupan.

”Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”
Matius 6:19-21

Dalam perspektif kehidupan Yahudi, harta dan kekayaan memiliki arti yang penting dalam berbagai aspek. Secara ekonomi, harta memberikan jaminan bagi pemiliknya untuk dapat bertahan hidup; secara sosial, orang yang memiliki harta banyak, tentu dipandang terhormat oleh orang lainnya; secara rohani, orang kaya dianggap sebagai orang yang terberkati, ia adalah orang yang dirasa baik dan benar.

Mengetahui bahwa hidup tak bisa ditebak, tidak sedikit orang Yahudi di masa lalu dan mungkin kita yang hidup di masa kini, berusaha mengantisipasi hal buruk terjadi dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Demi mencapai kekayaan, manusia kerap bertindak semena-mena, termasuk mengelabui TUHAN dengan kesalehan yang palsu. Renungkanlah, pernahkah kita berdoa, memberi sedekah dan beribadah demi dirasa saleh di hadapan-Nya sehingga Ia berkenan memberikan kita harta dan kekayaan sebanyak-banyaknya?

”Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman Tuhan, ”berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.”
Yoel 2:12-13

Apa yang mendorong kita untuk berdoa, berpuasa dan berbuat baik? Apakah demi nampak saleh dan benar di hadapan Tuhan? Namun sayangnya, Ia dapat memeriksa dan mengetahui isi hati kita semua. Ingatlah bahwa ibadah yang benar ditujukan untuk memuliakan Allah; ibadah yang benar dilakukan secara tulus sebagai ungkapan syukur atas kasih Allah; ibadah yang benar dilakukan dalam senyap, bukan gegap gempita; ibadah yang benar terjadi dalam kehidupan setiap hari dengan mengasihi Allah yang tak terlihat dan sesama yang kita jumpa.

Jika kita belum mewujudkan ibadah yang benar, bertobatlah dan berbaliklah kepada Allah. Ingatlah bahwa kita adalah manusia yang fana dan rapuh, jangan merasa perkasa. Kita perlu merendahkan diri di hadapan Allah yang Mahakasih.

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
2 Korintus 5:17

Ia adalah Allah yang berkenan mengasihi kita, manusia yang fana. Melalui Kristus, kita diberikan kesempatan hidup dalam makna, menjadi ciptaan baru yang hidup dalam kesalehan yang sejati. Ibadah yang kita hidupi akan kita lakukan setiap hari, di setiap waktu dan di segala tempat kita berada kepada Tuhan. Lewat setiap kata dan karya kita, semuanya dipersembahkan hanya kepada Allah sebagai ungkapan syukur kasih Allah melalui Kristus.

Tetaplah mengingat asal-muasal kita dan juga bagaimana kita akan berakhir. Sadarilah kepada siapa kita menggantungkan hidup dan bagaimana kita menyatakan kesalehan hidup kita sebagai bagian dari Kristus.

You May Also Like

About the Author: gkikelapacengkir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *