Kok Teman-teman Saya Mendadak Jadi Sekuleris, Agnostik dan Ateis?!
Bener gak sih kalau kekristenan di dunia akan hilang? Buktinya sebagian besar negara di Eropa sudah tidak beragama. Temen-temen saya juga banyak yang ngakunya gak yakin sama Tuhan.
Memang bener kok kalau sebagian warga negara Eropa, yang dulu menjadi pusat perkembangan agama Kristen, kini telah beralih menjadi Sekuleris, Agnostik dan Atheis. Mungkin sebagian orang yang Sobat Cengkir kenal pun menghidupi paham ini. Tapi sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita pahami sekilas tentang tiga paham di atas agar tidak menjawab dengan kesan menghakimi.
Apa itu Sekuleris, Agnostik dan Ateis
Sekuleris adalah orang yang memutuskan untuk mencari penjelasan atas misteri kehidupan bukan lagi dengan merujuk pada iman religius atau Allah melainkan pada daya nalar dan pembuktian ilmiah. Paham ini bukanlah hal baru, pemikiran ini timbul sejak abad pencerahan di mana manusia menggunakan nalar tanpa bimbingan pihak lain.
Agnostik adalah orang yang memutuskan bahwa manusia tak mungkin dapat mengetahui keberadaan Allah karena pengetahuan semacam itu melampaui kemampuan berpikir. Terlepas dari percaya/tidak percaya kepada Allah, mereka yakin bahwa akal budi tidak bisa memastikan 100% bahwa Allah ada atau tidak ada.
Ateis adalah orang yang tidak percaya pada keberadaan Allah. Beberapa tokoh pun mengkritisi agama dan kehadiran Allah seperti berikut:
- Ludwig Feuerbach » agama adalah proyeksi diri manusia;
- Karl Marx » agama adalah candu bagi masyarakat, di mana orang miskin diminta menerima kemiskinannya dan mengejar harta surgawi ketimbang harta dunia;
- Friedrich Nietzsche » Allah telah mati;
- Sigmund Freud » agama adalah penyakit neurosis kolektif yang mengandung ilusi seperti yang dimiliki oleh anak-anak.
Sekulerisme, Agnostisisme dan Ateisme Masa Kini dan Masa Mendatang
Sekulerisme, Agnostisisme dan Ateisme merupakan sebagian dari masalah modernitas. Ketiga paham ini memiliki akar di mana memahami bahwa manusia merupakan subjek yang otonom dari Allah. Di satu sisi, manusia di era modern telah berhasil membuat penemuan yang di luar dugaan, seperti mesin cetak, kereta api/kapal laut dengan ketel mesin uap/batubara. Nalar manusia dalam berpikir seolah bukan hanya berjalan linear seperti garis lurus, namun berkembang dengan luar biasa. Namun di sisi lain, dengan perkembangan nalar tersebut manusia menjadi penguasa yang semena-mena, menimbulkan kerusakan, melakukan kolonialisme, membuat kerusakan ekologi dan bahkan perang dunia.
Dengan perkembangan nalar manusia yang luar biasa dan juga perilaku yang destruktif, banyak orang yakin bahwa agama akan punah dengan sendirinya pada abad XX sebab tidak lagi mampu memberikan jawaban tentang kebenaran (Auguste Comte). Nyatanya, hingga melewati abad XXI, agama tidak punah malah kian berjaya.
Pew Research, sebuah lembaga riset dari Amerika Serikat pernah membuat prediksi perkembangan dan perubahan peta keagamaan global dari 2010-2015 dan hal tersebut. Prediksi tersebut dengan agama yang makin berkembang di banyak benua dan hal tersebut angka tersebut akan terus bertambah.
Merespons Orang-orang di Sekitar yang Hidup dalam Tiga Pandangan Tersebut
Walaupun secara statistik keagamaan peta keagamaan diprediksi akan meningkat, kita tidak bisa mengabaikan kondisi masyarakat sekitar kita, terlebih dalam konteks pandemi. Banyak orang yang mengalami kerapuhan karena ditinggal oleh orang terkasih, mengalami kegagalan dalam bisnis dan karier ataupun terkena dampak lainnya. Hal ini pun didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin deras menyampaikan berbagai macam informasi, termasuk paham-paham era modernitas yang dibalut dengan konsep masa kini.
Lantas hal apa yang perlu kita lakukan sebagai pengikut Kristus?
Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.
Efesus 4: 2-3
Tindakan menghakimi, merundung dan memaksa orang-orang dengan pemahaman Sekulerisme, Agnostisisme dan Ateisme untuk berubah, justru akan membuat mereka salah memahami Kristus. Kristus mengajarkan kita untuk hidup dalam kasih, yang berarti kita menunjukkan kasih kepada mereka yang dalam kondisi terpuruk dalam badai kehidupan. Jadilah kawan mereka, sampaikan kasih Kristus dalam setiap tindakan kita yang membawa damai sejahtera bersama.
“Compassion is the wish to see others free from suffering.” – Dalai Lama