Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Perceraian
Siapa sih yang berencana punya pernikahan yang buruk? Tapi… ketika kekerasan terjadi dan keputusan bercerai diketahui banyak orang, justru aku, sang korban, yang disalahkan.
Ungkapan di atas mungkin terlintas pada benak beberapa orang yang mengalami KDRT dan perceraian. Dan yang menghebohkan, selama pandemi-Covid-19, kasus KDRT mengalami kenaikan. Menurut catatan Komnas Perempuan, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan naik sebesar 75% selama pandemi tahun 2020. Dan menurut catatan YLBH APIK, mayoritas kasus KDRT terjadi terhadap perempuan sebanyak 90 kasus setiap bulan.
Sebanding dengan kasus KDRT, angka perceraian pun meningkat di Indonesia, dan bahkan di banyak negara lainnya di belahan dunia selama pandemi ini. Dilansir melalui BBC, negara besar seperti Amerika, Inggris, Cina dan Swedia terjadi lonjakan permohonan perceraian yang drastis. Dalam skala yang lebih kecil, Kompas mengutip Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama (PA) Lamongan Mazir, menyampaikan bahwa “Memang ada peningkatan dibanding sebelum pandemi Covid-19. Selama pandemi, kami biasa rata-rata menangani 200-an lebih kasus perceraian setiap bulannya. Bahkan bulan ini, belum sampai akhir November sudah sekitar 250-an kasus yang kami tangani,”
Lantas bagaimana seharusnya gereja menyikapi kondisi KDRT dan perceraian?
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Matius 19:6
Ayat di atas kerap menjadi landasan yang diungkapkan dalam ibadah pemberkatan pernikahan. Allah memberkati penyatuan dua insan menjadi satu keluarga. Karena berkat Tuhan dalam pernikahan adalah hal yang bernilai baik bagi kehidupan manusia, tidak seharusnya kita menyepelekan, menyia-nyiakan dan membuang berkat tersebut. Allah melarang terjadinya perceraian dalam rumah tangga yang telah Ia berkati.
Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.
Amsal 27:17
Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.
Efesus 5:33
“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”
Efesus 6:4
Sebuah keluarga tentunya tidak berjalan datar-datar saja; dinamika selalu ada dan terjadi dengan harapan membentuk karakter manusia menjadi lebih baik lagi. Landasannya adalah kasih Allah, sebagai berkat yang selalu IA berikan dalam keluarga. Kasih Ilahi perlu dihidupi oleh setiap anggota keluarga, baik suami dan istri sebagai pasangan dalam pernikahan dan juga orang tua, serta anak.
“Musa mengizinkan orang menceraikan istrinya, asal menulis surat cerai dahulu,” jawab mereka. “Musa menulis perintah itu sebab kalian terlalu sukar diajar,” kata Yesus kepada mereka.
Markus 10:4-5 (BIMK)
Dari dialog yang terjadi antara Yesus dan orang-orang Farisi yang ingin mencobai-Nya, kita dapat memahami bahwa perceraian bukanlah fenomena baru, bahkan sejak kepemimpinan Musa sudah terjadi. Allah menyatakan keinginan-Nya, baik melalui pernyataan Musa, Yesus, dan para rasul agar setiap anggota dalam keluarga mau diajar. Melalui komunitas rohani dan pengajaran dalam gereja, keluarga berusaha merawat pernikahan, memperlakukan suami atau istri serta anak dalam kasih. Namun ketika kasih tersebut tidak diwujudkan dan justru perilaku KDRT yang terjadi, secara perlahan kehancuran baik secara fisik, mental dan spiritual sangat mungkin terjadi; dan sangat mungkin korban akan kecewa juga dengan Allah.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Matius 22:29
Perceraian memang mendukakan hati Allah, karena suami ataupun istri tidak bisa merawat berkat Tuhan dalam pernikahan. Namun perceraian dapat menjadi jalan agar terlepas dari KDRT. Allah ingin kita menghidupi kasih-Nya, dan salah satu bentuknya adalah mengasihi diri kita. Ketika kita mengasihi diri dengan tepat, maka kita tidak akan membiarkan hal-hal yang merusak diri kita secara holistik terus-menerus terjadi, termasuk KDRT yang dialami. Mintalah hikmat dari Tuhan untuk merespons KDRT jika terjadi dalam rumah tanggamu, carilah bantuan melalui komunitas gereja, support group atau Lembaga Bantuan Hukum dan fokuslah untuk merawat kehidupan yang telah Tuhan berikan kepada dirimu atau anakmu.