Iman Kristen dan Budaya Kematian
“Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
Pada 26 Oktober 2021, GKI Kelapa Cengkir mengangkat tema “Iman Kristen dan Budaya Kematian” yang dibawakan oleh Pendeta Yohanes Bambang Mulyono pada kelas Pendalaman Alkitab (PA), melalui via Zoom Meeting. PA kali ini Pendeta Bambang Mulyono mengaitkan budaya kematian pada budaya masyarakat Tionghoa.
Cheng Beng dalam bahasa Mandarin memiliki arti cerah dan terang, yang secara harfiah adalah membersihkan atau menyiangi kuburan. Cheng Beng menjadi salah satu ritual ajaran Kong Hu Cu untuk mengabdi kepada leluhur (menghormati orang tua). Saat Cheng Beng berlangsung, terdapat beberapa perlengkapan yang harus ada untuk menjadi media dalam proses ritual, yaitu dupa (hio), tempat hio (hiolo), lilin (lak cek), kertas lima warna (go sek cua), makanan-minuman dan buah-buahan, uang Akhirat dan barang-barang persembahan.
Beberapa benda di atas juga memiliki makna tersendiri.
- Hio dan Hiolo
Hio berfungsi sebagai alat untuk memanggil arwah leluhur pada saat-saat tertentu, juga sebagai persembahan kepada orang yang telah meninggal dunia. Dalam masyarakat Tionghoa hio yang dibakar melambangkan keharuman tersebar ke seluruh penjuru alam. Sedangkan hiolo berfungsi untuk tempat penancapan hio setelah selesai melakukan sembahyang.
- Lilin (lak cek)
Lak cek memiliki arti sebagai penerangan yang dipercaya akan menerangi roh para leluhur di dunia akhirat. Lilin tersebut harus tetap dalam kondisi menyala saat keluarga sedang melakukan sembahyang Cheng Beng.
- Makanan, minuman, dan buah-buahan
Makanan dan minuman digunakan sebagai persembahan untuk leluhur. Makanan dan minuman tersebut adalah makanan dan minuman yang disukai oleh leluhur sewaktu mereka masih hidup. Jika makanan yang dipersembahkan adalah daging maka minuman pendampingnya adalah arak putih.
- Kertas lima warna (go sek cua)
Go sek cua berfungsi sebagai tanda bahwasanya makam para leluhur telah dikunjungi oleh keturunannya.
- Uang dan perlengkapan akhirat
Uang akhirat Gincua (uang perak) dan Kimcua (uang emas) adalah uang yang akan digunakan oleh para leluhur di akhirat dengan media api. Barang persembahan seperti pakaian, sepatu, dan perlengkapan lainnya yang terbuat dari kertas dipercaya akan menjadi nyata dan digunakan oleh para leluhur setelah melalui proses pembakaran.
Ritual Cheng Beng ini mengingatkan bahwa mereka sebenarnya adalah kerabat yang berasal dari leluhur yang sama dan harus berbakti dengan melakukan sembahyang Cheng Beng setiap tahunnya. Pengabdian kepada orang tua adalah sangat penting dilakukan untuk menghormati orang tua, baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal.
Hubungan antara mereka yang masih hidup dengan yang meninggal adalah melakukan sembahyang, mempersembahkan makanan pada altar saat peringatan hari meninggal, membersihkan kuburan, dan mengirim doa. Tujuan memberikan doa kepada leluhur adalah untuk pengingat bahwa tanpa orang tua, tentunya anak tidak mungkin ada di dunia ini. Peristiwa ini juga menjadikan kerabat dekat, saudara, anak-anak dapat berkumpul bersama. Hubungan semakin erat serta terjalin komunikasi di antara sanak keluarga.
Pada budaya Cheng Beng ini terdapat beberapa sisi positif juga sisi negatif. Sisi- sisi positif yang dapat kita contoh:
- Mengajarkan sikap kasih dan hormat kepada orang tua,
- Mewujudkan sikap bakti kepada orang tua yang telah melahirkan, mengasuh dan mendidik,
- Kematian orang tua tidak menghapus sikap kasih dan kesetiaan seorang anak,
- Media penguatan untuk menjalin persaudaraan antara keluarga
Sisi negatif atau pemikiran-pemikiran yang selama ini salah untuk kita sebagai orang Kristen
- Arwah orang tau dapat dipanggil untuk mengunjungi anak-anak dan anggota keluarga,
- Doa yang dipanjatkan saat Cheng Beng adalah untuk keselamatan dan berkat bagi anak dan keturunan. Padahal hanya Allah saja sumber berkat dan keselamatan,
- Sikap hormat dan persembahan kepada arwah orang tua dapat menjadi penyembahan yang seharusnya ditujukan kepada Allah,
- Kehidupan di akhirat diidentikkan dengan kehidupan di dunia sehingga barang-barang keperluan arwah dapat dikirim, hal ini adalah takhayul.
Dalam Keluaran 20:12 tertulis bahwa kita harus menghormati orang tua kita, namun bukan menyembah, karena hanya Allah saja yang layak disembah dan dipermuliakan (Kel. 20:3-5). Kita dapat memperlakukan orang tua dengan penuh kasih. Pada Ulangan 18:10-11 juga tertulis bahwa kita dilarang untuk berelasi dan meminta petunjuk kepada arwah, karena orang-orang yang melakukan tindakan tersebut merupakan kekejian bagi Tuhan (Ul. 18:12).
“Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati.”
Upacara Cheng Beng menjadi tindakan yang melawan Allah manakala dipraktikkan dengan motif untuk kontak dengan arwah orang tua dan meminta berkat. Iman Kristen menegaskan bahwa pemujaan dan penyembahan hanya kepada Allah di dalam Bapa-Anak-Roh Kudus, sehingga tidak boleh dialihkan kepada arwah leluhur atau orang tua yang telah wafat. Cheng Beng dapat dilakukan apabila motif dan praktiknya untuk mengingat, mengenang, dan mengucap syukur kepada Tuhan atas kehadiran dan peran orang tua yang telah melahirkan dan merawat mereka.
Pengenangan akan jasa dan kebaikan orang-tua tetap dapat dilakukan setelah mereka wafat dengan cara; makam orang tua tidak boleh ditelantarkan, namun yang utama adalah bagaimana sikap anak-anak yang percaya kepada Kristus dengan memperlakukan orang tua saat mereka masih hidup dengan kasih dan hormat. Khususnya saat orang tua sudah lanjut usia. sehingga mereka tidak merasa diabaikan.