Iman Kristen dan Budaya Kelahiran
“Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya.”
Pada minggu ke 4 bulan Oktober 2021, GKI Kelapa Cengkir mengangkat tema PA (Pemahaman Alkitab) “Iman Kristen dan Budaya Kelahiran” yang dibawakan oleh pendeta Gatot Pujo Tamtama melalui via Zoom Meeting. Pada tema kali ini, pemimpin PA menyandingkan budaya kelahiran Yohanes pembaptis dan kelahiran Yesus dengan budaya kelahiran pada adat Jawa.
Pada masa kehamilan masyarakat adat Jawa pada umumnya menyelenggarakan Slametan. Upacara Slametan yang diadakan bertujuan agar setiap pihak akan selamat dan tidak ada petaka. Terdapat tiga tahap upacara Slametan, yaitu diadakan pada saat usia kehamilan 1–6 bulan, usia kehamilan 7 bulan (Mitoni), dan usia kehamilan 9 bulan (Mrocoti). Pada adat Jawa juga terdapat beberapa pantangan yang bertujuan agar bayi bisa sehat dan tidak kekurangan saat lahir nanti.
Ketika bayi lahir, biasanya masyarakat Jawa akan mengadakan Brokohan dan Puputan, hal ini dilakukan sebagai ungkapan syukur karena bayi sudah lahir dan mengajak anggota keluarga untuk mengingat bahwa kehidupan di dunia ini membutuhkan kerjasama. Adat selanjutnya terdapat upacara Selapanan, yaitu cukur rambut bayi serta makan bersama. Upacara lainnya adalah Tedak Sinten, bertujuan agar kehidupan anak akan baik kedepannya, upacara ini dilakukan ketika usia bayi memasuki tujuh bulan.
Dalam masyarakat Jawa terdapat kalender Jawa yang sangat diperhatikan. Ketika memberi nama anak tanggal-tanggal tersebut juga diperhatikan.
Mengapa pada adat Jawa terdapat Slametan yang begitu rinci, baik ketika hamil maupun lahir? Pada kehidupan masyarakat Jawa terdapat kaidah dasar, yaitu yang pertama adalah prinsip kerukunan. Hal ini diharapkan agar kita berada dalam keadaan selaras, tenang, tenteram, dan bersatu untuk saling membantu. Prinsip yang kedua adalah hormat, setiap orang dalam berbicara dan membawa diri perlu menunjukkan sikap hormat pada orang lain.
Jika disandingkan dengan budaya Yahudi, terdapat pada Alkitab di injil Lukas 1:57–66, 80, keluarga Zakaria dan Elizabet, orang tua Yohanes pembaptis, dan Lukas 2:21–24, 39–40, Keluarga Maria dan Yusuf, orang tua Yesus. Pada injil Lukas terdapat persamaan pada kelahiran Yohanes pembaptis dan Yesus, yaitu ada kabar dari malaikat dan kedua keluarga ini memperhatikan serta melakukan hukum taurat.
Ketentuan tentang sunat juga terdapat pada Alkitab, yaitu pada Imamat 12:3 dan Kejadian 17:7–14. Selain ketentuan tentang sunat, Yusuf dan Maria memperhatikan tentang pentahiran yang terdapat pada injil Imamat 12:6–8 dan persembahan anak sulung yang terdapat pada Keluaran 13:11–14.
Mengapa ada ketentuan yang begitu rinci dalam kehidupan umat Israel terkait kelahiran? Karena terdapat kaidah dasar kehidupan bangsa Israel, yaitu kekudusan. Setiap peraturan yang tertulis pada kitab Imamat, terdapat rumusan “Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu mengkuduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus.”
Pada kisah tentang Yohanes pembaptis dan Yesus terdapat hal yang tidak bisa kita abaikan, yaitu pertumbuhan iman yang kuat dan berhikmat seiring bertambahnya usia mereka. Iman dan hikmat itu ada karena iman yang diberikan kedua orang tua mereka masing-masing, yang terdapat pada Lukas 1:80 dan Lukas 2:40.
“Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.”
Dengan menyandingkan tradisi keluarga Jawa dan keluarga Yahudi adalah setiap anak perlu disambut atau diterima dan setiap anak perlu dididik secara optimal, keteladanan orang tua juga sangat berpengaruh bagi pertumbuhan anak. Kedua hal tersebut perlu kita lakukan sebagai keluarga Kristen karena anak merupakan anugerah Allah.