kerapuhan
Renungan Mata Iman

Memaknai Arti: Berjalan dalam Kerapuhan

“Gereja proflektif memahami diri sendiri sebagai komunitas yang rapuh yang membawa Kristus yang rapuh kepada dunia dan sesama yang rapuh dengan menawarkan Injil Kehidupan berpusat pada iman, harap, dan cinta, yang hadir lewat nilai-nilai kebajikan.”

GKI Kelapa Cengkir mengadakan perayaan ulang tahun dengan menggelar seminar pada 11 September 2021 melalui via Zoom Meeting. Pada seminar kali ini GKI Kelapa Cengkir mengangkat tema Gereja Merengkuh Kerapuhan yang dibawakan oleh  Pdt. Joas Adiprasetya.

Gereja Merengkuh Kerapuhan

The World Economic Forum menyebut situasi pandemi ini sebagai the great reset; semua organisasi dunia termasuk gereja menjadi sebuah startup. Dalam sebuah bisnis disebut sebagai “situasi vuca”, yaitu terlalu sukar menemukan makna dari semua peristiwa ini dan membuat tidak dapat membuat sebuah planning. Kita sebagai gereja dipaksa untuk sadar bahwa kita ini rapuh.

berjalan dalam kerapuhan

Sebelum pandemi terjadi, kita adalah manusia yang rapuh. Namun, pandemi ini mengekspos kerapuhan kita menjadi makin jelas. Kerapuhan ini juga membuka ruang untuk kita semakin menghayati iman kita kepada Allah yang juga memasuki kerapuhan di dalam kristus melalui Roh Kudus. Kerapuhan ini terjadi karena kita membutuhkan orang lain dan karena kondisi mendatang yang tidak pasti.

Lalu bagaimana hakikat gereja di tengah kerapuhan ini? Gereja menjadi sebuah realitas ilahi dan manusiawi. Pada realitas manusiawi, gereja yang rapuh adalah gereja dari Allah yang rapuh juga. Namun, pada realitas ilahi, Allah yang menjadi sumber gereja adalah Allah yang merapuhkan diri.

Pandemi gereja perdana terdapat pada Kisah Para Rasul 11:25-30, diceritakan bahwa murid-murid pertama kalinya disebut Kristen dan seluruh dunia ditimpa pandemi kelaparan. Respons dari Gereja mula-mula adalah dengan mengumpulkan sumbangan sesuai kemampuan mereka masing-masing.

berjalan dalam kerapuhan

Terdapat tiga tesis yang menjelaskan kejayaan kekristenan yang dijelaskan secara gamblang oleh Rodney Stark dan Schmidt.

Tesis #1 Rodney Stark

Agama para penguasa romawi tidak dapat menjelaskan kenapa semua ini dapat terjadi. sedangkan agama Kristen dapat menjelaskan kenapa masa-masa mengerikan ini terjadi dan memberikan penghiburan serta pengharapan. 

Tesis #2 Rodney Stark

Ketika pandemi terjadi orang Kristen tidak menciut, tetapi justru menampilkan cinta dan perbuatan baik. Tingkat ketahanan hidup mereka terlihat lebih baik dan tampak sebagai “keajaiban”.

Tesis #3 Rodney Stark

Persekutuan yang ada membuat mereka kompak dan saling membantu, ada keterikatan antarpribadi. 

Maka di tengah keterpurukan kita saat ini, mari kita mereset kehidupan gereja kita. Dalam buku “Gereja Pascapandemi Merengkuh Kerapuhan” terdapat 3 momen awal gerejawi, yaitu:

  1. Lamenting; Meratap. Datang kepada Allah yang rapuh untuk meruntuhkan kerapuhan kita. 
  2. Unlearning; Meninggalkan yang lama, agar dapat menerima sesuatu yang baru. 
  3. Virtuing; Hidup dalam kebajikan-kebajikan. 

Salah satu unlearning terbaik adalah berhenti menata gereja melalui model bisnis dengan indikator tertentu. Proses dari unlearning kemudian dilanjutkan dengan gereja yang proflektif. Gereja proflektif adalah gereja yang berbasis dari visi menjadi gereja yang berbasis pada kebajikan. Berjalan ke masa depan tanpa panduan masa silam, namun tetap berpegang erat pada nilai-nilai kebajikan yang ada. Dari gereja yang berpusat pada gedung menjadi gereja yang mengembara. Dari program yang dirancang self-centered menjadi program kehadiran-peka pada sesama. Dan dari heavy-baggage church  menjadi backpacker church.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Selamat Datang di GKI Kelapa Cengkir, ada yang bisa kami bantu?