Bukan Sekadar Cinta, Hati-hati Terjebak Toxic Relationship!
“Kalau masih begini, kita putus!” (lagi pacaran)
“Kalau masih begini, kita cerai!” (sudah menikah)
Ucapan di atas menjadi toxic yang berupa ancaman di dalam hubungan pacaran dan pernikahan yang bukan sekadar modal “cinta” ketika menjalin relasi dengan orang lain.
Pemahaman Alkitab (PA) seri “Toxic” pada minggu ketiga di bulan Agustus ini, bertemakan Toxic Relationship yang dilayani oleh Pdt Winner Pananjaya. Sebelumnya kita membahas Toxic Masculinity dan Femininity, di mana kedua toxic tersebut tidak luput dari adanya toxic relationship.
Menurut Dr. Lillian Glass, seorang ahli komunikasi dan psikologi yang dalam bukunya berjudul Toxic People (1995) mendefinisikan toxic relationship adalah hubungan yang tidak saling mendukung satu sama lain.
Pdt Winner Pananjaya mengajak peserta PA menyaksikan tayangan video yang menjelaskan tanda-tanda toxic relationship, seperti:
- Kamu nggak merasa bahagia
- Cemburu berlebihan
- Posesif
- Mengancam “Kalau masih begini, kita (putus/cerai)!”
- Tidak menjadi diri sendiri ketika dengan dia
Selain lima tanda tersebut, Pdt Winner Pananjaya menyebutkan tanda-tanda toxic relationship lainnya:
- Tidak mendapatkan dukungan
Biasanya dalam hubungan yang sehat tentu mendapat dukungan dari orang-orang terdekat. Sebagai contoh, pada toxic femininity sosok istri yang memiliki jabatan lebih tinggi dari suaminya malah mendapat perkataan kasar atau sindiran. Artinya, toxic relationship ada di relasi antara suami dan istri. - Sering dibohongi
Kejujuran adalah pondasi utama dalam relasi untuk menumbuhkan kepercayaan. Jadi, kalau mulai merasa sering dibohongi hati-hati dengan toxic relationship! - Sering menerima kekerasan, baik fisik maupun verbal
Kekerasan verbal berupa munculnya kata-kata yang merendahkan atau kotor. Apalagi, kekerasan fisik itu sudah tindakan jelas menimbulkan luka dan risiko terbesar menyebabkan kematian atau kita kenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Belajar dari kisah Alkitab, kasus toxic relationship sebenarnya sudah terjadi ketika pertama kali manusia diciptakan. Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” (Kejadian 3:12).
Sementara, di kehidupan nyata kita saat ini toxic relationship yang masih dijumpai seperti relasi antara manusia dengan Tuhan yang terhalang karena manusia masih percaya dengan kuasa gelap. Begitu pula menjalin relasi dengan-Nya ketika kita sedang mendapat berkat saja, setelah itu lupa dengan Sang Juruselamat. Meski manusia seperti itu, kematian-Nya di kayu salib bentuk nyata Allah memulihkan setiap toxic antara Allah dengan manusia.