Hai Dengarlah, Anakku – Refleksi Ibadah Pembinaan 3

Pernahkah Sobat Cengkir mengalami kegagalan atau hal buruk karena tidak mengikuti wejangan dari orang tua? Atau masih ingatkah satu wejangan yang paling diingat sampai sekarang?

Ketika kita mendengar kata “wejangan”, hal yang terlintas dalam pikiran mungkin adalah sosok orang tua, guru atau pendeta, guru sekolah minggu, atau kayak pembina di gereja. Wejangan dapat berbentuk nasihat, didikan dan juga ajaran, dan umumnya disampaikan oleh orang tua dan topiknya pun tentang kehidupan. Dengan menerima wejangan, diharapkan pendengar akan mendapatkan penguatan dan menjadi pandu bagi kehidupan.

Dalam Ibadah Pembinaan 20 Juni 2021, Pdt. Winner Pananjaya memaparkan mengenai Amsal 1 yang seolah menjadi wejangan seorang ayah kepada anak. Frase “Hai dengarlah anakku” menjadi awalan dari berbagai wejangan dari beberapa pasal di kitab Amsal. Terlebih pada Amsal pasal 1-9, terdapat dua logika moral yang disampaikan oleh penulis kitab Amsal, yaitu:

  1. Hikmat & takut akan Tuhan menghasilkan kebajikan, integritas dan kemurahan hati yang menuntun kita pada kesuksesan dan kedamaian (pasal 1-8).
  2. Kebodohan dan kejahatan akan menghasilkan egoisme & kesombongan yang menuntun kita pada kehancuran dan rasa malu (pasal 9).

Logika moral di atas kerap dipakai dalam kehidupan umat beragama Kristen. Namun ketika kita menilik kitab hikmat lainnya, terlebih kitab Pengkhotbah maupun kitab Ayub, kita juga dapat melihat bahwa realita kadang tak berjalan sesuai logika di atas. Ada orang-orang yang berhikmat dan takut akan Tuhan hidupnya biasa saja, bahkan merasakan penderitaan; sedangkan orang bodoh dan jahat justru berumur panjang dan mendapatkan kekuasaan. Maka kita dapat melihat bahwa kehidupan terlalu rumit untuk menjadi rumusan baku.

Segala wejangan dari kitab hikmat, terlebih Amsal pasal 1-9, kiranya menjadi sebuah panduan, bukan rumus, yang menuntun kita menuju hidup yang lebih baik. Oleh sebab itu, kita perlu memahami dua kunci dari wejangan penulis kitab Amsal:

Kunci pertama dari wejangan Amsal adalah hikmat, yang bukan sekadar pengetahuan, tetapi bisa diimplementasikan menjadi karya atau tindakan nyata. Hikmat adalah daya cipta Allah. Pada Keluaran 32:5, seorang pekerja batu pun juga berkarya melalui hikmat. Hikmat sendiri bukanlah hukum, bukan juga nubuatan, melainkan akumulasi wawasan dari generasi ke generasi tentang bagaimana hidup dengan penuh rasa hormat kepada Tuhan dan sesama.

Kunci kedua dari wejangan Amsal adalah takut akan Tuhan, yang mengarah pada hormat, kagum dan menghargai Tuhan dalam kehidupan kita. Kita mengakui keterbatasan diri dalam kehidupan. Sebagian manusia kadang ingin memiliki posisi sama seperti Tuhan, ingin melampaui kekuasaan Tuhan. Hanya dengan tuntunan Allah Roh, kita akan memahami apa yang baik dan apa yang buruk.

Dengan pemahaman yang baik akan kitab Amsal, kita menerima sebuah undangan Allah untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Terlebih dalam masa murung dan mungkin dirasa penuh pendieritaan ini, kiranya kita menyadari Tuhan masih memelihara, Tuhan masih menuntun kita dalam kehidupan dan kita tetap berusaha menggunakan hikmat kita untuk takut akan Tuhan hingga akhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *