Renungan Mata Iman

Mengasihi Musuh: Mungkinkah?

Kejadian 45:3-15; Mazmur 37:1-11, 39-40; 1 Korintus 15:35-38, 42-50; Lukas 6:27-38

Kami menanti dengan penuh debar, acara debat pemilihan Ketua OSIS yang waktu itu diadakan di sekolah. Jagoan saya waktu itu adalah seorang kakak senior yang paling pintar satu sekolah, baik secara akademik maupun di lapangan olahraga – pokoknya, sempurna! Lawannya toh hanya murid pindahan dari daerah yang program dan prestasinya biasa saja. Tetapi alangkah terkejutnya kami, di debat itu si jagoan justru tampil buruk, berbicara tidak sistematis, dan terpancing emosinya ketika ditanya balik oleh lawannya. “Dia kebanyakan tanding basket di luar, Liv. Nggak persiapan tuh, karena merasa pasti menang…” bisik seorang kawan. “Memang bener kata bu guru – musuh terbesar dia itu bukan lawannya, melainkan dirinya sendiri.”

Bagaimana dengan diri kita sendiri? Pernahkah kita berefleksi, siapakah musuh kita? Sejumlah kamus memiliki definisi berbeda, tetapi pada dasarnya musuh itu sosok yang menyerang/mengancam kita. Bisa jadi sosok itu diri kita sendiri, bisa jadi orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan kebebasan sejati dari musuh ini – yakni dengan mengasihinya. Mengasihi itu memerdekakan – ia membebaskan kita dari belenggu emosi negatif yang timbul dari permusuhan, ia melepaskan kita dari hubungan yang bersifat transaksional dan penuh pamrih.

Lantas bagaimana cara mengasihi ‘musuh’ kita? Mengasihi musuh berarti mengedepankan unsur kesetaraan dan keadilan pada semua, bahkan mereka yang kita pandang tidak layak menerimanya. Kita dimampukan melakukan ini jika kita sudah memiliki perspektif hidup yang penuh anugerah dari Tuhan. Resapi anugerah yang Tuhan sudah hadirkan dalam hidup kita, dan sadari bahwa pertanggungjawaban anugerah adalah mengasihi orang lain. Termasuk musuh kita.

(OLV, 24-02-2019)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Selamat Datang di GKI Kelapa Cengkir, ada yang bisa kami bantu?