Alat-Alat Keselamatan
PENGERTIAN
Pertama-tama kita harus mengerti apa yang dimaksud dengan ‘alat –alat keselamatan’. Yang dimaksud tidak lain adalah ‘sesuatu yang dipakai oleh Allah untuk mewujudkan dan mengembangkan karya penyelamatan yang sudah diselesaikan oleh Allah, di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus.’ Ada juga yang mengatakan bahwa ‘alat-alat keselamatan adalah sesuatu yang dipakai Tuhan Yesus untuk mewujudkan dan mengembangkan persekutuan dengan umatNya agar karya keselamatanNya terwujud secara nyata dalam kehidupan umatNya bahkan berkembang’. Saya kira semuanya benar dan saling melengkapi satu sama lain. Karena dikatakan alat-alat keselamatan, maka pasti ia bukan tunggal. Alat-alat keselamatan tidak hanya sakramen-sakramen, tapi misalnya juga Firman Tuhan dan persekutuan, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Jelaslah juga bahwa bukan alat-alat keselamatan itu yang menyelamatkan, melainkan Allah sendiri. Alat-alat keselamatan tidak bekerja secara magis dan otomatis melainkan mereka harus dipakai dengan tepat dan benar, sebagaimana yang dikehendaki oleh si pemberiNya. Misalnya Firman Tuhan tidak boleh hanya dibaca, melainkan harus didengar, dihayati dan diberlakukan dalam hidup sehari-hari, hanya dengan begitulah Firman Tuhan sungguh-sungguh menjadi pelita bagi perjalanan hidup kita. Walaupun mereka hanya alat-alat tetapi mereka tetaplah penting. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya Allah sendirilah (melalui alat-alat keselamatan) yang telah mengambil inisiatif untuk bersekutu dan mengembangkan persekutuan dengan manusia.
SAKRAMEN SEBAGAI ALAT KESELAMATAN
Sebelum ini pernah dikatakan bahwa sakramen kita (GKI) hanya dua (2) macam, yaitu “Baptis Kudus” dan “Perjamuan Kudus”. Dalam keyakinan kita kedua sakramen kita hanya ”tanda dan meterai”, (inilah perbedaan pandangan antara GKI dengan gereja Roma Katholik) (lihat juga pembahasan yang dulu tentang sakramen – yang meyakini bahwa sakramen bekerja secara “ex opera operato” dimana roti dan air anggur, sungguh-sungguh berubah menjadi tubuh dan darah Kristus, ketika diberkati oleh romo, karena itu dalam pandangan GKI sangat keliru kalau roti dan air anggur dalam perjamuan kudus diyakini dapat menyembuhkan orang sakit), melalui sakramen itu kita dipersatukan dengan Kristus (Roma 6:3-4; 1 Korintus 11:23-26) sehingga kita memperoleh bagian dalam hidup dan karyaNya yang menyelamatkan menjadi nyata dalam kehidupan kita sesehari serta mengeluarkan buah-buah keselamatan, dan sekaligus melalui sakramen-sakramen itu kita juga dipersekutukan dengan semua orang percaya. Dengan demikian jelaslah bahwa bukan sakramen itu sendiri yang penting, tetapi persekutuan kita dengan Allah dan sesama.
FIRMAN TUHAN SEBAGAI ALAT KESELAMATAN
Sama seperti sakramen, Firman Tuhan (biasanya diambil dari Alkitab) tidak boleh kita pakai sekehendak hati kita (2 Korintus 2:17 – banyak ayat-ayat alkitab yang menolak bahwa ayat-ayat Alkitab boleh dipakai semau kita). Kita harus mendengarkanNya, karena sangat mungkin melaluinya, Ia hendak berbicara kepada kita (Yehezkiel 1:3). Firman Tuhan itu juga sering menerangi kita disituasi-situasi tertentu dalam hidup kita (Mazmur 119:105). Firman Tuhan ini juga tidak boleh kita pakai secara magis, seperti misalnya kita meletakkan Alkitab di bawah bantal agar kita tidak terkena bencana. Atau Firman Tuhan diucapkan dengan rumus tertentu maka otomatis setan atau kesulitan akan terusir. Orang yang rajin datang ke kebaktian atau persekutuan doa tidak secara otomatis akan diselamatkan. Kebaktian dan persekutuan doa adalah sarana setiap anggota jemaat mempunyai kesempatan untuk memperbaharui, mengembangkan dan memperkuat persekutuan kita baik dengan Tuhan maupun dengan sesama. Dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama itulah anggota menikmati keselamatannya.
DOA SEBAGAI ALAT KESELAMATAN
Doa juga tidak boleh menjadi seperti mantera. Doa harus menjadi dialogue antara kita dengan Tuhan. Ia bukan asal ucap saja tanpa dipikirkan dan disadari (Efesus 3:14-21). Ia juga bukan suatu hafalan rumusan magis yang sudah dihafal. Kalau kita mengucapkan rumusan itu (asal tidak salah ucap) pasti dengan sendirinya akan mengerjakan sesuatu (bandingkan dengan penjelasan mengenai doa yang lalu). ‘Dialogue’, itu menunjukkan bahwa yang terpenting dari doa adalah persekutuan kita dengan Tuhan (walaupun dalam Yohanes 15:7 dikatakan bahwa “apa saja yang kamu kehendaki, kamu akan menerimanya. Sangat jelas dalam ayat itu juga bahwa ‘persekutuan’ menjadi syarat bagi pengabulan itu). Persekutuan dengan Tuhan bukanlah sesuatu yang berlangsung terus dengan sendirinya. Ia harus dipelihara bahkan dikembangkan ke arah kesempurnaan. Doa inilah yang akan memelihara dan mengembangkannya.
HIDUP BERJEMAAT SEBAGAI ALAT KESELAMATAN
Akhirnya, kita lihat hidup berjemaat sebagai alat keselamatan. Tujuan dari hidup berjemaat yang tidak lain adalah juga persekutuan, baik dengan sesama dan khususnya dengan Tuhan. Itu sebabnya Tuhan yang mengaruniakan hidup berjemaat kepada kita, memanggil kita untuk secara aktif ambil bagian dalam hidup berjemaat itu. Karena sesungguhnya kita adalah batu-batu hidup yang Tuhan akan pakai (1 Petrus 2:5; Roma 12:1). Salahlah kita kalau berpikir bahwa menjadi anggota jemaat secara formil pada suatu jemaat / gereja (terdaftar sebagai anggota secara resmi) dan rajin hadir dalam kebaktian-kebaktian dengan sendirinya akan selamat. Semoga tulisan ini juga menjadi berkat untuk kita, Tuhan memberkati kita semua.
sumber : Pdt. Em. A. Kemite – aguskermite @yahoo.com